MONUMEN KALI BEKASI, BUKTI SEJARAH YANG NYATA
MONUMEN KALI BEKASI, BUKTI SEJARAH YANG NYATA
Monumen Kali Bekasi terletak di samping sebelah barat
jembatan Kali Bekasi, tepatnya di Jl. Ir. H.Juanda. Monumen yang sering
dilupakan oleh warga Bekasi ini, seolah menandakan bahwa suatu peristiwa besar
pernah terjadi disana, yakni pembantaian 90 tentara Jepang oleh Pejuang Bekasi
pada tanggal 19 Oktober 1945 atau yang dikenal dengan Insiden Kali Bekasi.
Insiden Kali Bekasi :
Alm. Pramoedya Ananta Toer pernah menguraikan Insiden Kali
Bekasi dalam bukunya yang berjudul “Di Tepi Kali Bekasi”, diterbitkan tahun
1951. Peristiwanya berawal dari menyerahnya tentara Jepang kepada tentara
sekutu setelah Perang Dunia II yang menghancurkan kota Hiroshima dan Nagasaki.
Sebagai APWI (Allied Prisioners of War and Internest) sekutu wajib mengevakuasi
tawanan tentara Jepang di Indonesia.
Akibat pendudukan Militer Jepang yang kejam terhadap rakyat
Bekasi, para pemuda dan rakyat Bekasi menangkap sendiri orang-orang jepang atau
siapa saja yang telah bekerja sama membantu jepang, dengan menghentikan setiap
kereta api yang melintas.
19 Oktober 1945, meluncur kereta api dari Jakarta yang
mengangkut tawanan Jepang yang akan dipulangkan ke negaranya menuju Ciateur
(dipulangkan melalui lapangan udara Kalijati), tetapi kereta berhasil lolos
dari hadangan rakyat Bekasi. Setibanya di Cikampek kereta tersebut dihentikan
oleh pejuang disana dan dipaksa kembali ke Jakarta.
Mendengar hal itu, rakyat Bekasi sudah menunggu. Sesampainya
di Stasiun Bekasi gerbong digeledah dan ditemukan 90 tentara Jepang. Rakyat
beringas ketika ditemukan senjata api milik tentara jepang, karena ada
ketentuan bahwa Jepang wajib menyerahkan seluruh persenjataannya. Lalu, para
tawanan tersebut ditahan bahkan ditelanjangi di Rumah Gadai tepi Kali Bekasi
sebagai penjara sementara.
Awak kereta mencoba mencegah penggeledahan tawanan dengan
menunjukan surat perintah jalan dari Menteri Subarjo yang ditandatangani Bung
Karno. Namun, surat tersebut tidak ditanggapi karena kemarahan rakyat Bekasi
sudah memuncak akibat penyiksaan di masa penjajahan Jepang. Seusai waktu
maghrib, seluruh tawanan digelandang ke tepi Kali Bekasi dan dibantai hingga
tewas. Seketika Kali Bekasi yang jernih memerah.
Atas kejadian tersebut pemerintah Jepang protes dan meminta
pertanggungjawaban Kepada Kepolisian RI (R. Soekanto) dengan jaminan agar
peristiwa serupa tidak terulang kembali. Protes keras tersebut sebagai berikut:
“kejadian ini boleh dibilang beloem terdjadi dalam sedjarah
doenia, dan kelakoean sematjam ini menodai perasaan soetji terhadap jang maha
koeasa serta mengina terhadap perasaan kemanoesiaan. Hal ini dapat dipandang
sebagai boekti bahwa bangsa Indonesia dengan sikap jang demikian itoe tidak
mempoenjai pendirian jang tegoeh di doenia ini. Djika dibiarkan keadaan
sematjam itoe, maka kedjadian jang menjedihkan seperti di Bekasi itoe mungkin
akan meradjalela” (NishiJima et al, 1972:1-6).
R. Soekanto menjawabnya sebagai bentuk pernyataan sikap
pemerintah RI, yang berisi:
“Sesoenggoehnja jang mempoenjai hak mendjalankan hoekoeman
menembak mati hanjalah pemerintah Repoeblik Indonesia, akan tetpi daerah Bekasi
itoe seperti toean ketahoei ialah soeatu daerah dimana rakjat beloem sekali
toendoek kepada pemerintah Repoeblik Indonesia. Seperti dalam soerat itoe ialah
menjatakan pendjelasan kami atas kedjadian itoe, makan pihak pemerintah
Repoeblik Indonesia telah beroesaha sebaik2-nja oentoek menolong 90 orang
serdadoe Jepang itoe, akan tetapi oesaha itoe gagal” (NishiJima et al,
1972:1-6).
Mendengar Insiden Kali Bekasi, pada tanggal 25 Oktober 1045
Presiden Soekarno datang ke Bekasi dan menghimbau agar peristiwa serupa tidak
terulang kembali. Soekarno juga meminta agar rakyat Bekasi tidak ikut campur
masalah kereta api dan mengacaukan perjalanannya. Amanat Soekarno diterima
dengan baik oleh rakyat bekasi dan membubarkan diri dengan tenang (Nasution,
1975).
Meskipun pemimpin republik sudah memerintahkan agar tidak
menghentikan kendaraan yang melintas, rakyat Bekasi saat itu sepertinya
“bandel” dan tidak menghiraukan himbauan tersebut. Bahkan, Menteri Amir
Sjarifuddin pun pernah datang, tetapi diminta kembali ke Jakarta karena tidak
membawa surat perintah(Cribb, 1990).
sumber : http://www.kaskus.co.id/thread/55f4ca5360e24b7e2b8b4568/monumen-kali-bekasi-bukti-sejarah-yang-nyata/

No comments